September Ceria, Ayo Menulis!
Serius tetapi santai, demikian kesan yang saya tangkap pada sesi perkuliahan malam itu. Ketika kesempatan bertanya kepada peserta belum dimanfaatkan, beliau malah balik bertanya.
Prof. Eko Indrajit, memulai memotivasi peserta dengan menceritakan tentang kisah dari penulis-penulis hebat yang menginspirasi (narasumber sebelumnya tentu yang dimaksud). Hal itu membuktikan bahwa pada dasarnya menjadi penulis itu mudah, termasuk menerbitkan hasil karyanya. Yang penting adalah kemauan. Seperti pepatah, di mana ada kemauan, di situ ada jalan.
Prof. Richardus Eko Indrajit, pria low profile berusia 51 tahun ini, telah menghasilkan buku sebanyak tidak kurang dari 50 buku yang dipublikasikan dalam bahasa Indonesia serta beberapa dalam bahasa Inggris. Ratusan artikel populer dan jurnal telah ia buat dan share secara gratis kemana-mana. Tidak heran karena kepala SLCC PB PGRI ini rajin menulis semenjak semester 1 di ITS tahun 1988. Pada saat itu menulis karena alasan kesepian. Sebab, saat itulah untuk pertama kalinya tinggal jauh dari orang tua.
Pada waktu kecil juga senang membaca buku. Buku-buku karya Karl May, RA Kosasih, Album Cerita Ternama, Cerita Lima Benua, Alfred Hitchcock, dan lain sebagainya, juga majalah anak-anak seperti Bobo, Kuncung, Kawanku menjadi santapan sehari-hari sewaktu SD. Pembaca yang seusia beliau pasti kenal semua dengan buku atau majalah yang disebutkan. Usia saya yang lebih muda sedikit dari beliau pada waktu SD juga mengenal dan membaca buku atau majalah yang disebutkan. Begitu hati kecil saya ikut berbisik seolah tak mau kalah.
Bedanya, jika sewaktu SMP dan SMA, Prof. Eko mampu merangkum atau membuat sinopsis karya sastra baik karya pujangga lama maupun pujangga baru sebanyak 113 buah. Sementara saya pada saat itu tidak suka dan tidak juga ada kewajiban atau paksaan dari sekolah untuk membuat sinopsis atau semacamnya. Jangan lupa, katanya, membaca karya sastra berarti kita belajar keindahan dan kosa kata baru. Dengan keindahan, suara hati kita terasah. Jika anak-anak kita dibiasakan membaca karya sastra, mereka sebenarnya generasi yang memiliki benih-benih karakter yang baik.
Mengapa Kita Menulis
Kegemaran Prof. Eko menulis karena di rumah ada yang menjadi teladan. Sosok yang menjadi teladan tidak lain dan bukan adalah ayahnya sendiri. Ayahnya yang sekarang sudah berusia 79 tahun sudah menulis kurang lebih 20 buku dan diterbitkan dimana-mana. Sepuluh di antaranya hasil kolaborasi mereka. Alasan sang ayah menulis, katanya agar tidak pikun. Selain itu untuk mencari kesibukan. Mereka bersyukur, kedua alasan tersebut mampu melahirkan karya yang bisa memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitarnya.
Ketika ditanya, apa moto hidup Anda? Dengan singkat Prof. Eko menjawab, “Moto hidup saya sederhana, cara menabung paling mudah adalah dengan cara membagi“. Dengan menulis, ia bisa memberikan pikirannya walaupun sederhana kepada orang lain. Dengan demikian, tabungan jumlah teman dan jejaring makin meluas. Dari situlah ia mendapatkan warna-warni kehidupan yang tak terpikirkan sebelumnya. Cita-cita bisa keliling Indonesia dibayarin orang lain berhasil menjadi kenyataan karena menulis.
Bagaimana Kita Menulis
Menulis paling mudah adalah jika tema yang kita kembangkan adalah sesuatu yang kita sukai dan kuasai, apa pun itu. Memang menyusun kalimat pertama terasa sulit. Tetapi ketika sudah berhasil, akan mengalir dengan sendirinya. Salah satu tekniknya adalah menulis sebelum tidur. Menulis satu halaman sebelum tidur. Apa saja yang ada dalam kepala, dituangkan dalam tulisan. Bayangkan, jika satu hari satu halaman, dalam tiga bulan akan terkumpul sekitar 100 halaman. Hasil tulisan tersebut diterbitkan dalam bentuk bunga rampai pikiran sebelum tidur.
Menulis sebelum tidur juga bisa sekalian membantu agar mengantuk. Bisa saja tema yang kita tulis sebelum tidur tentang Kisah Kecilku di Hari Ini. Satu hari satu lembar, setelah tiga bulan akan terbitlah buku Kumpulan Kisah Kecilku sebagai Seorang Istri dan Ibu. Pengalaman yang kita tuliskan dapat menjadi pelajaran indah bagi orang lain, apalagi orang lain yang merasa senasib sepenanggungan.
Jika berbicara yang dihasilkan adalah suara, menulis yang dihasilkan adalah tulisan. Jika berbicara bisa renyah, mestinya menulis pun demikian. Agar bisa renyah maka senang bergaul dengan banyak teman merupakan suatu keharusan. Melalui bergaul dan berteman dengan banyak orang, maka akan banyak belajar dari mereka cerita-cerita yang mengasyikkan. Cerita yang mengasyikkan dari teman-teman itu bisa memuncukan ide tulisan atau menambah wawasan.
https://www.youtube.com/playlist?list=PLhitvKpp00MSAq0qea9C7HoS50P_drnly.
Saya sempat menanyakan, apakah menulis itu bakat? Jika tidak memiliki bakat apakah masih bisa menulis? Prof. Eko menjelaskan bahwa menurutnya menulis itu adalah literasi yang semua orang bisa, apalagi berprofesi sebagai guru. Kalau tidak mau menulis, maka dia “tidak boleh” menjadi guru. Guru memiliki literasi itu, hukumnya wajib. Lalu siapakah yang berbakat menulis itu? Mereka yang berbakat adalah yang bisa membuat karya-karya publikasi best seller. Penulis-penulis itu seperti penulis Harry Potter, Lord of the Rings, dan sebagainya.
Jadi, setiap orang bisa menulis. Jika kehabisan ide dalam menulis, kita bisa membuka Youtube Channel. Tuliskan kata kunci tema yang akan kita tulis. Dengarkan orang lain bercerita mengenai hal itu. Niscaya kebekuan akan ide menulis akan segera mencair. Ide akan muncul karena mendapatkan ide-ide segar baru. Ambil contoh misalnya kanal yotube Ekoji Channel. Dari 73 judul yang Prof. Eko sharingkan di Ekoji Channel, baru 9 yang dijadikan buku. Artinya masih ada 64 kandidat judul lagi.
Agar terhidar dari plagiasi, menulislah dengan bahasa kita sendiri. Menulis dengan bahasa kita sendiri pasti tidak akan ditemukan kalimat yang persis sama sehingga dinilai plagiat. Nah kalau ada kata-kata yang kebetulan sama atau anda menyitir karya orang lain, tinggal memberikan sumber referensinya, sehingga tidak dianggap plagiat. Untuk mengeceknya bisa menggunakan http://plagiarisme.net atau situs-situs online gratis lainnya.
Peduduk Indonesia ada lebih dari 270 juta orang. Jika kita mau menulis tidak mungkin tidak ada yang membaca, yakin saja. Dulu ada lagu Kasih Ibu yang ada kata-kata begini: “Hanya memberi, tak harap kembali. Bagai Sang Surya, menyinari dunia”. Jadi tidak ada alasan khawatir dengan tulisan kita dicuekin atau tidak. Yang penting sudah mencoba memberi yang terbaik yang dimiliki. Sebaliknya kita tidak perlu berkecil hati jika tulisan tidak dimuat di media cetak atau penerbit. Hal itu biasanya bukan karena tulisan kita jelek, tapi karena tidak selaras atau cocok dengan misi penerbitnya.
Jadi, ayo menulis! Lawan hal-hal yang membuat kita takut menulis. Menulis saja, apapun itu. Closing statement beliau pada saat itu sederhana.
Pada akhir sesi Prof. Eko mengajak untuk bergabung di September Ceria, program menulis bersama Prof. Eko Indrajit dan wujudkan mimpi bersama menjadi kenyataan pada bulan September 2020. Merdeka!
Sore ini mendung bergelayut di langit D. Tegalrejo, Musi Rawas, Sumatera Selatan
Cihuuyyyy nih Pak D…
Lagi – lagi baru berkunjung kesini…
heheheee…
Saling memotivasi, itu memberi energi baru….
TOP JOSS, Keren Pak D
Bu Yohana hebat juga.
Mantap pak, saya jadi semangat.
Mulai saja, wahananya (blog) sudah ada, selang seling dengan materi pembelajaran. Semangat!
Waduh…jd pengin berguru jadi penulis juga nih Pak…
Begitukah, terima kasih atas kunjungannya. Salam
Keren Pk
Apa iyaaa, semangat dong! Yuk…
Kalo saya lagi Ndak semangst.membaca tulisan bapak..jadi semangat lagi..semangat yg luar bisa
Terima kasih doanya. Salam sukses juga untuk Anda
Terima kasih kunjungannya.
Subhanallah….luar biasa pak Santo resumnya, sukses ya Pak…
Bu Yanti lagi, ketelitiannya itu lho yg saya salut
Ho oh. Menunda akhirnya keteter
Thank you.
Ahaa, trims Bu asnati kunjungannya
Jelang September Ceria …resume sdh jadi nich …keren
Yes, do it right now.
Sepertnya rekan-rekan sedang menyambut Bulan September
Tulisan pak D menang bisa menjadi panutan.
Pak bahrudin, lagi banyak kesibukan kayaknya nih
Ngos-ngosan Bu
krenn pak..