Burung Hantu, Kemari!
Matahari terbenam, hari mulai malam
Terdengar burung hantu, suaranya merdu.
Uhu…..uhu….uhu….uhu….uhu
Uhu…..uhu….uhu….uhu….uhu
Itu lagu ketika saya SD. Dinyanyikan bersahutan secara canon. Menyenangkan sekali.
Kali ini teman-teman saya tidak menyanyikannya. Mereka malah memikatnya agar mau mendekat. Kelompok tani bergotong royong membuat sangkar. Supaya pada malam hari sang burung hinggap di sangkar. Mengincar mangsanya, si tikus biadab.
Hama tikus merajalela. Para petani sangat gelisah. Hatinya gundah dan resah. Jangan-jangan panen gagal lagi. Waktu, dana, dan tenaga hilang percuma.
Para petani menyadari burung hantu di daerah kami masih banyak. Bahkan banyak rumah yang dijadikan sarang. Beberapa hari kemudian, tulang-tulang tikus berserakan.
Mengapa tidak kita manfaatkan mereka? Begitu ide sang ketua. Mereka pun bermusyawarah bagaimana memikat burung buas.
Dibuatlah sangkar berupa kotak. Kotak itu dipasang di atas tiang. Sekarang banyak kita dapati kotak sarang di tengah hamparan. Lihatlah padi yang hijau. Jika habis digasak “den bagus” alias tikus. Bila tak bisa panen pasti hati petani kacau.
#Day20AISEIWritingChalleng