Belajar Menjadi Editor
Saudaraku!
Menjadi ibu sekaligus ayah, menjadi ayah sekaligus ibu, itu lelakon. Berat? Ya. Walaupun begitu, meskipun ayah ada, sesekali ibu berperan bak seorang ayah. Namun ibu tidak bisa menggantikan peran sebagai ayah, sepenuhnya. Demikian pula sebaliknya.
Seperti seorang penulis. Ia adalah penulis sekaligus editor bagi tulisannya. Namun ketika tulisan itu akan diterbitkan dan menjadi konsumsi orang banyak, orang lain yang berlakon sebagai editor. Itulah mengapa dalam sebuah buku tertulis nama penyunting, satu atau beberapa orang.
Setiap orang memiliki kelebihan pun sebaliknya tidak luput dari aneka kekurangan. Kekurangjeliaan atau kekurangtelitian sang penulis diperbaiki oleh rekannya yang menjadi editor. Mungkin penngetikan huruf, penggunaan tanda baca, keefektifan kalimat, atau kepaduan antarparagraf.
Saya tidak pernah berpikir dan berangan-angan menjadi seorang editor. Ilmu yang saya miliki belum seberapa. Namun, kehidupan tidak melulu tentang ilmu semata. Apakah membantu seseorang menunggu harta kita berlimpah. Apakah menolong orang menunggu ilmu kita segudang? Tidak. Lagipula, ketika seseorang memberi tantangan bukankah kita sedang diberi peluang? Peluang untuk belajar, peluang untuk melihat potensi diri.
Terbuka Peluang untuk Belajar
Menerbitkan sebuah buku ternyata bukan kerja individu, melainkan kerja sebuah tim. Tiap-tiap anggota memiliki tugas masing-masing. Penulis adalah kreator. Ia pemilik ide gagasan yang diuraikan. Penyunting atau editor adalah penyunting naskah dari sang penulis. Ia membantu memperhatikan ejaan, diksi, dan struktur kalimat. Masih ada lagi anggota tim yang berperan sebagai ilustrator, penyusun tata letak tulisan, pencetak, dan seterusnya.
Menjadi seorang editor membuat saya belajar lagi tentang kebahasaan. Puluhan bahkan ratusan aturan tentang ejaan harus saya perhatikan. Saya pun belajar tentang pemilihan kata. Demikian pula saya harus belajar kata baku, kata nonbaku, serta berbagai jenis kata. Sesekali harus mengerutkan kening, memahami kalimat yang sangat panjang. memahami konteks antarparagraf. Ternyata cukup berat namun mengasyikkan.
Sejauh ini, saya baru dua kali menjadi editor buku yang diterbitkan penerbit indi. Bahagia tidak terperi ketika buku sudah jadi dan sertifikat sebagai editor diterbikan sang penerbit. Orang tidak tahu, mungkin juga tidak peduli sosok di balik nama yang dituliskan di belakang kata “editor”, namun saya merasa bangga dan bersyukur setiap kali melihat dan membaca nama saya ada pada lembaran itu. Terima kasih Neng Aam, saya diberi kesempatan untuk belajar. Juga untuk sahabat penaku, Ambu Tini yang masih sabar menunggu.
Salam blogger sehat
PakDSus
Blogger guru Musi Rawas
https://blogsusanto.com/
maa syaa Allah luar biasa pak guruku
Mantaaapppp Pak D, semakin besar hasrat untuk menyelesaikan resume saya. Siap2 Pak D nanti editor ya yaaa…
Bapak dan Ibu, terima kash kunjungannya. Terima kasih apresiasinya. Senang berkwan dengan Anda semua. (“Menjura”) Mazmo dan kawan-kawan.
kayaknya saya harus antri pak Sus…
Bermanfaat bagi orang lain kapan pun. Boleh antri ya Pak D?
Luar biasa Pak D. Berkat ‘campur tangan’ bapak dalam buku saya, menjadikan saya lebih percaya diri untuk menerbitkan buku saya. Terima kasih banyak, jasamu tiada tara.
Mantap, Pak D. Saya harus belajar banyak lagi agar bisa menjadi editor andal seperti Pak D. *menjura*
Luar biasa. Belajar terus dan terus belajar. Terima kasih ilmunya
Menjadi seorang editor sangat mulia, Karene di tangannyalah tulisan menjadi renyah dan enak dibaca. Selamat ya, pak….nanti editkan buku saya
Dan saya sudah sering keluar masuk sebagai konsumen, pasiennya bapak..luar biasa..di luar sana banyak orng ngantei minta diedit oleh babeku ini pastinya dengan strujtur tertentu..sementara saya bebas keluar masuk..minta bantuan.babe..
Makasih..babe
Sudah pantas pak D jd Editor. Slmt matur swn tulisan sy sering dibetulkan. Lanjut pak D