artikel

Emansipasi Karena Menulis

Setiap memasuki bulan April isu emansiapasi wanita, sang ibu manusia, berembus. Biasanya dikaitkan dengan R.A Kartini,  perempuan Jawa, istri Bupati Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat. Beliau pada pada 2 Mei 1964 oleh Presiden RI Soekarno diangkat sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan ketetapan Presiden RI bernomor No.108 tahun 1964. Soekarno juga menetapkan hari kelahiran Kartini, 21 April sebagai Hari Besar Nasional yang wajib diperingati.

Banyak tokoh dan pahlawan wanita di Indonesia. Sebut saja Cut Nyak Dhien atau Martha Christina Tiahahu yang memanggul senjata melawan Belanda. Ada pula Dewi Sartika di Jawa Barat yang mendirikan Sakola Istri pada tahun 1903 dan menulis buku dalam bahasa Sunda yang berjudul “Kaoetamaan Istri”.  Selain para tokoh tersebut, terdapat dokter wanita pertama Indonesia yang lulus dari Sekolah Kedokteran Belanda Stovia di Jakarta. Beliau adalah Marie Thomas, seorang Kawanua pada tahun 1922. Gelar doktor hukum wanita pertama di Indonesia juga melekat pada perempuan Kawanua bernama Annie Manoppo. Namun, mengapa emansipasi di Indonesia selalu dikaitkan dengan ibunda Raden Mas Soesalit Djojoadhiningrat tersebut?

Dokumen Pribadi by Canva for Ed.

Raden Ajeng Kartini lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ayahnya, Raden Mas Adipati Sosroningrat adalah bangsawan, Bupati Jepara. Namun, ibunya bukan keturunan bangsawan. Ibunya seorang selir atau istri kedua ayahnya bernama Ngasirah, puteri seorang buruh pabrik gula.

Perjuangan Kartini layak diperingati oleh seluruh perempuan dan laki-laki di Indonesia tidak lain karena ia menulis. Kartini menulis surat kepada para sahabatnya, Stella Zeehandelaar dan Rosa Manuela Abendanon-Mandri.

Di antaranya Kartini menulis, “Sekalipun tiada jadi orang saleh, kan boleh juga orang jadi baik hati, bukan Stella? Dan “baik hati” itulah yang terutama. Agama itu maksudnya akan menurunkan rahmat kepada manusia, supaya ada penghubungkan silaturahim segala makhluk Allah.” Kartini menulis panjang lebar pandangannya tentang agama dan diakhiri dengan kalimat, “Orang yang berkasih-kasihan dengan amat sangatnya, dengan amat sedihnya bercerai-cerai. Karena berlainan tempat menyeru Tuhan, Tuhan yang itu juga, terdirilah tembok membatas hati yang berkasih-kasihan. Benarkah agama itu restu bagi manusia? Tanyaku kerap kali kepada diriku sendiri dengan bimbang hati. Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu!” (Monique Rijkers dalam www.dw.com )

Surat-surat Kartini kepada sahabatnya berisi pemikiran tentang perjuangan kaum perempuan bangsanya. Ia ingin mendobrak tradisi yang membelenggu kaumnya, khususnya perempuan Jawa pada waktu itu. Ia sendiri sejak usia 12 tahun dipingit, tidak boleh melanjutkan pendidikan hingga ia akhirnya dinikahkan.

Perjodohan yang ia alami, pernikahan usia dini yang Kartini lakoni, dogma agama dan tradisi yang mengekang kaum perempuan seperti yang ditulis dalam surat-suratnya adalah isu yang hingga kini masih terjadi. Semangat perlawanan Kartini terhadap belenggu tradisi yang merugikan harkat dan martabat perempuan hingga hari ini masih relevan.

Pengertian Emansipasi Wanita  

Pemikiran Kartini adalah perjuangan memeroleh hak untuk bebas dari kungkungan adat istiadat memunculkan istilah emansipasi. Emansipasi, secara leksikal bermakna persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria)

Sebagaimana dilansir Kompas (https://www.kompas.com/skola/read/2020/04/21/170000969/pengertian-emansipasi-wanita?page=all), mengutip European Institute for Gender Equality (EIGE), emansipasi wanita adalah proses, strategi dan berbagai upaya yang digunakan perempuan untuk membebaskan diri dari otoritas dan kontrol laki-laki dan struktur kekuasaan tradisional. Mengamankan kesetaraan hak bagi perempuan. Menghapus diskriminasi gender dari undang-undang, lembaga dan pola perilaku. Menetapkan standar hukum yang akan mempromosikan kesetaraan penuh wanita dengan laki-laki.

Nah, berkat pemikiran dan perjuangan Kartini, wanita masa kini tidak lagi terkekang, bahkan ia memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya dan memiliki kesetaraan dalam dunia kerja. Wanita memiliki hak untuk mengembangkan diri dan dengan kemahiran profesionalnya ia mampu bergandeng bahu dengan lelaki dalam pembangunan negara.

Istilah Emansipasi Wanita pada prinsipnya memberikan seluruh hak dasar manusia (human rights) kepada Wanita, misalnya hak berbicara, hak hidup, dan lain sebagainya. Namun wanita diharuskan berada pada kodrat.

ERN’S, Kartiniku yang menemani hidup di desa terpencil yang setahun tiga kali banjir

Tulisan ini adalah rewrite tulisan yang sudah dipublikasikan pada 2021/04/06

Salam Blogger Pembelajar
PakDSus
https://blogsusanto.com/

Credit pic: Designed by pch.vector / Freepik

Bahan bacaan:
https://www.dw.com/id/mengapa-harus-kartini-yang-diperingati-secara-khusus/a-53107436
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1373/emansipasi-dan-kesetaraan-gender

Susanto

Pendidik, Ayah 4 Orang Anak, Blogger, Penikmat Musik Keroncong.

11 thoughts on “Emansipasi Karena Menulis

  • LELY SURYANI, S.Pd.SD

    Saduran aja semakin renyah… apalagi jika baru sreng…
    Terimakasih PakdSus..

  • Wah menjawab pertanyaan saya mengapa selalu R.A Kartini yang identik dengan emansipasi. Ternyata karena menulis. Jadi menulis adalah bekerja untuk keabadian. Klop. Terima kasih Pak D.

  • Wanita tetaplah wanita… Ada tugas pokok yang mulia yang harus di embannya.. tetap dan teruslah belajar sbg bekal untuk mendidik generasi penerus bangsa

  • Namun wanita diharuskan berada pada kodrat.
    Kalimat ini saya suka, kodrat yang tidak bisa dilakukan oleh laki-laki.

    Sehat selalu Pak D

  • Luar Biasa Pak D, akhirnya menulis juga, walau referensi thn 2021,…

  • Walau sebagai wanita Karier Harus Tetap jadi ibu dan istri yang baik Untuk keluarga di rumah..

  • Setinggi apapun aku terbang aku tetaplah seorang istri dan ibu dari anak-anakku…

Comments are closed.